Aku, Dunia, dan Taat



Sejenakku rehatkan badan ini dari hiruk-pikuknya dunia. Menikmati banyak limpahan nikmat yang Allah berikan hingga detik. Aku menegukan secangkir es kapucino sambil mengingatkan diri yang selalu amnesia bersyukur "wahai diri, jangan lupa ucapkanlah Alhamdulillah"
.

Jiwaku sempat melayang, memikir mudur tentang waktu yang ku habiskan. Berjibaku dengan kelas, mendidik anak-anak yang menjadi amanah selama dua semester, amanah deadline dokumen dan beberapa adminstrasi yang harus segera diselesaikan adalah kegiatan yang mendominasi waktuku hingga aku menulis tulisan ini


Kadang aku fikir, inikah nikmat Allah? (Sambil ku teguk kapucino yang setiap hari menjadi teman minuman terbaik) setelah itu ku kerutkan dahi, sambil mengingat kembali aktivitas apa yang sudah ku lakukan utk mengingat Allah


Sejenak ku ingat sebuah kata yang selalu menjadi reminder diri tentang dunia dan ketaatan,


Apa itu?  Yaa, sebuah kata yang sering familiar di telinga kalian, kata itu adalah "Istidraj"


Sebuah situasi dimana Allah limpahkan kita kenikmatan dunia, menyibukan kita dengan dunia, merasakan puncak karir dan limpahan harta, namun Allah jauhkan kita dari nikmat taat kepada-Nya


Jleb, hati pun mulai mengatakan "Apakah ini yang sedang kita rasa wahai diri?"


Oke kita balik lagi. Membahas sedikit curhatan tentang idealisme yang sedang digoncang oleh fakta kehidupan kapitalis yang menerpa dan sebuah kata bernama istidraj.


Normalnya, jika seorang muslim yang memiliki idealisme berdasarkan ideologi Islam yang kuat, ia akan segera mencari jalan keluar agar segera bangkit dari fase yang akan membuatnya jauh dari ridho Tuhannya.  Setelah itu ia akan mencari hal-hal yang membuat idealisme hidupnya bersama Islam kembali menguat dan bahkan menjadikan idealisme tersebut sebagai Poros hidupnya


Tapi berbeda dengan muslim yang idealismenya tidak berdasarkan ideologi Islam (maksudnya ideologi kapitalis atau sosialis)


Solusi yan dia cari berbeda, atau bahkan ia akan jauh dari solusi yang ditawarkan oleh agamanya sendiri. Bahkan bisa jadi ia menjadi pobhia jika agamanya memberikan solusi tuntas hidupnya


Maksudnya disini, saya, anda atau orang-orang yang kita sayangi termaksud orang-orang yang ragu atas solusi yang diberikan oleh Islam atau bahkan takut juga berfikir hal itu adalah sesuatu yang konyol untuk di terima di zaman Alfa yg serba teknologi ini


Sedih nggak sih, kalau ternyata itu kita termaksud pada kategori muslim yan bukan ber-idealisme Islam??? Atau hal itu ada pada orang-orang yang kita sayang? ☹☹☹ Padahal Allah berfirman Allah Ta’ala berfirman,

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ 
“Maka demi Rabbmu, mereka tidaklah beriman sampai mereka menjadikanmu sebagai hakim di dalam perkara yang mereka perselisihkan” (QS. An-Nisaa: 65)
Hmmm, saya pun mulai berpikir keras dengan posisi diri saya hari ini yg sedang baper sibuk dengan dunia dan semakin menjauh dari hal-hal yang mendekatkan saya dengan agama saya huhuhu 😔😔😔


Mulailah diri ini bertanya-tanya sendiri "Wahai diri apakah sudah kau jadikan Islam sebagai poros hidupmu? Sudahkah kau libatkan Allah dalam hidupmu? Sudahkah kau cari solusi masalahmu dalam Islam?"



Semoga Bermanfaat
Penulis: @amanurrahmalie

Posting Komentar

1 Komentar