Diary Pak Guru Bima


Pagi ini udara terasa sangat sejuk, ingin sekali rasanya aku terus bergelung dengan selimut. Tapi, tidak. Aku harus segera berangkat untuk mengajar. Dengan malas aku bangkit berlalu ke kamar mandi.

Ditemani secangkir kopi hangat dan sebungkus roti untuk sarapan, tidak lupa juga sambil membaca buku yang akan aku sampaikan materinya pada anak didikku nanti. Selalu terulang runitas pagi seperti ini, membosankan tapi aku suka.

Sudah pukul enam pagi, aku harus segera bergegas berangkat. Setelah mencuci gelas bekas kopi tadi aku langsung mengambil tas kerjaku di dalam lemari.

Perjalananku cukup jauh untuk sampai ke tempat tujuan. Harus melewati gunung dengan tebing yang curam, jika tidak hati-hati kemungkinan besar aku akan terjatuh apalagi semalam hujan, tentu membuat tanahnya sedikit licin.

Setelahnya, aku juga harus menyebrangi sungai yang cukup lebar hanya menggunakan dua bilah bambu sebagai pijakan. Sungguh sangar berisiko, jika lengah sedikit saja bisa terjatuh, apalagi arus sungainya sangat deras.

Jika saja bisa memilih, aku lebih baik berkumpul bersama keluarga. Tapi, ini adalah tugas sebagai pengajar yang sudah menjadi PNS, aku harus siap menerima apapun konsekuensinya. Dan lagi, aku pun digaji.

Akhirnya setelah menempuh perjalanan panjang, aku sampai pada bangunan yang  cukup memprihatinkan, tempat aku mengajar yang  biasa para muridku sebut sekolah.

Di sini hanya ada 4 pengajar, termasuk aku. Murid di kelas juga tidak sampai mencapai 20 orang. Sedikit memang, mungkin karena tempatnya di desa terpencil dan kurangnya fasilitas. Tapi, semangat belajar mereka sangat luar biasa. "Selamat pagi, Pak Bima!" sapa dua anak perempuan sambil menyalimi punggung tanganku. Aku balas mereka dengan senyun profesionalku.

Ya, ini adalah tempat aku mengajar. Walaupun aku selalu menggerutu kesal karena perjalanan yang jauh dari kontrakan ke sekolah dan tidak adanya sinyal, tapi aku sangat bahagia saat melihat senyum murid-muridku yang mengembang. 

Melihat mereka tersenyum gembira mengingatkanku dengan Hani, putriku. Membuat perasaanku menghangat. Aku sangat merindukan gadis cerewet itu, ingin segera pulang lalu memeluknya.


Semoga Bermanfaat
Penulis: Dela Andini

Posting Komentar

0 Komentar